Cara Menghitung Zakat Perhiasan, Mas Kawin Dan Besarannya
بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Al-Ishlah │ Perhiasan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (1) perhiasan emas dan perak, (2) perhiasan selain emas dan perak.
Para ulama berselisih pendapat mengenai apakah ada zakat pada perhiasan emas dan perak ? Ada dua pendapat dalam masalah ini. Jumhur (mayoritas ulama) berpendapat tidak ada zakat dalam perhiasan emas. Di antara dalil yang digunakan adalah لَيْسَ فِى الْحُلِىِّ زَكَاةٌ
“Tidak ada zakat dalam perhiasan.”[1] Namun hadits ini adalah hadits yang batil jika disandarkan pada Nabi saw. Yang tepat, hadits ini hanyalah hadits mauquf, yaitu perkataan sahabat Jabir. Dan Ibnu ‘Umar juga memiliki perkataan yang sama, yaitu tidak ada zakat pada perhiasan.[2]
Sedangkan ulama lainnya berpendapat bahwa emas dan perak wajib dizakati ketika telah mencapai haul dan nishob, baik berupa perhiasan yang dikenakan, yang sekedar disimpan atau sebagai barang dagang.[3].
1. Perihal Zakat Perhiasan
Para ulama telah sepakat bahwa tidak wajib zakat pada : intan, berlian, yakut, mutiara, marjan dan batu-batu permata lainnya. Kecuali bila diperdagangkan, maka ketika itu wajiblah zakatnya.
Mengenai perhiasan wanita berupa emas dan perak, terdapat pertikaian sebagai berikut:
1. Wajib. Berlandaskan kepada firman Allah Ta’ala :
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُون
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari di panaskan emas perak itu dalam neraka jahannam , lalu di bakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka : Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. At Taubah: 34-35).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلاَ فِضَّةٍ لاَ يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلاَّ إِذَا كَانَ يَوْمَ القِيَامَةِ صُفِحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ، فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ، فَيُكْوَى بِهَا جَبْهَتُهُ وَجَنْبُهُ وَظَهْرُهُ، كُلَّمَا بَرُدَتْ أُعِيْدَتْ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَان مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ، فَيَرَى سَبِيْلَهُ إِمَّا إِلَى الجَنَّةِ، وَإِمَّا إِلَى النَّارِ
“Siapa saja yang memiliki emas atau perak tapi tidak mengeluarkan zakatnya melainkan pada hari kiamat nanti akan disepuh untuknya lempengan dari api neraka, lalu dipanaskan dalam api neraka Jahannam, lalu disetrika dahi, rusuk dan punggungnya dengan lempengan tersebut. Setiap kali dingin akan disepuh lagi dan disetrikakan kembali kepadanya pada hari yang ukurannya sama dengan lima puluh ribu tahun. Kemudian ia melihat tempat kembalinya apakah ke surga atau ke neraka.”[4].
Abu Hanifah dan Abu Hazmin mengatakan wajib bila sampai senisab, berpedoman kepada:
Hadits yang diriwayatkan oleh Amar bin Syu'aib, yang diterimanya dari bapak, dari kakeknya, katanya: أَنَّ امْرَأَةً أَتَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعَهَا ابْنَةٌ لَهَا وَفِي يَدِ ابْنَتِهَا مَسَكَتَانِ غَلِيظَتَانِ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ لَهَا أَتُعْطِينَ زَكَاةَ هَذَا قَالَتْ لَا قَالَ أَيَسُرُّكِ أَنْ يُسَوِّرَكِ اللَّهُ بِهِمَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ سِوَارَيْنِ مِنْ نَارٍ قَالَ فَخَلَعَتْهُمَا فَأَلْقَتْهُمَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَتْ هُمَا لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلِرَسُولِهِ Artinya: “Ada seorang wanita yang datang kepada Rasulullah bersama anak wanitanya yang di tangannya terdapat dua gelang besar yang terbuat dari emas. Maka Rasulullah bertanya kepadanya, “Apakah engkau sudah mengeluarkan zakat ini ?” Dia menjawab, “Belum.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Apakah engkau senang kalau nantinya Allah akan memakaikan kepadamu pada hari kiamat dengan dua gelang dari api neraka.” Wanita itu pun melepas keduanya dan memberikannya kepada Rasulullah seraya berkata, “Keduanya untuk Allah dan Rasul Nya.”[5].
Dan diterima dari Asma binti Yazid, katanya:دَخَلْتُ أَنَا وَخَالَتِي عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا أَسْوِرَةٌ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ لَنَا أَتُعْطِيَانِ زَكَاتَهُ قَالَتْ فَقُلْنَا لَا قَالَ أَمَا تَخَافَانِ أَنْ يُسَوِّرَكُمَا اللَّهُ أَسْوِرَةً مِنْ نَارٍ أَدِّيَا زَكَاتَهُ Artinya: "Saya masuk bersama bibi saya ke rumah Rasulullah saw., sedang ketika itu kami memakai gelang emas. Maka kata Rasulullah saw.:'Apakah Tuan-Tuan mengeluarkan zakatnya'? 'Tidak' ujar kami. Tidakkah Tuan-Tuan takut akan diberi Allah nanti gelang dari api neraka', Sabda Nabi pula, 'bayarlah zakatnya'!" [6]. Menurut Haitsami, hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya hasan.
Dan diterima dari 'Aisyah r.a., katanya: دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَأَى فِي يَدَيَّ فَتَخَاتٍ مِنْ وَرِقٍ فَقَالَ مَا هَذَا يَا عَائِشَةُ فَقُلْتُ صَنَعْتُهُنَّ أَتَزَيَّنُ لَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَتُؤَدِّينَ زَكَاتَهُنَّ قُلْتُ لَا أَوْ مَا شَاءَ اللَّهُ قَالَ هُوَ حَسْبُكِ مِنَ النَّارِ Artinya: "Suatu ketika Rasulullah saw. datang, dan dilihatnya dia tanganku cincin-cincin perak. 'Apa itu hai 'Aisyah'? tanyanya. 'Saya perbuat untuk berhias diri terhadap Anda. wahai Rasulullah'! jawabku. 'Apakah kau keluarkan zakatnya'? tanya Nabi lagi. 'Tidak, ujarku. 'Masya Allah', sampai berliau berkata. 'itu cukup sudah untuk memasukanmu ke dalam neraka'!" [7].
2. Tidak Wajib. Adapun ketiga imam lainnya, mereka berpendapat bahwa tidak wajib zakat pada perhiasan-perhiasan wanita, berapa juga banyaknya.
Baihaqi telah meriwayatkan bahwa Jabir bin Abdillah ditanya tentang perhiasan, apakah wajib padanya zakat. Jawab Jabir: "TIdak." Ditanyakan orang lagi: "Bagaimana kalau sampai seribu dinar?" Ujar Jabir: "Walau lebih banyak dari itu!"
Dan Baihaqi meriwayatkan bahwa Asma binti Abi Bakar menghiasi puteri-puterinya dengan perhiasan-perhiasan emas seharga lebih kurang lima puluh ribu, dan tidak mengeluarkan zakatnya.
Dan dalam buku Al-Muwaththa' ada riwayat yang diterima dari Abdurrahman bin Qasim, dari bapaknya, bahwa 'Aisyah bertindak sebagai wali dari puteri-puteri saudaranya yang telah yatim. Mereka memakai barang-barang perhiasan, dan 'Aisyah tidak mengeluarkan zakat dari perhiasan-perhiasan tersebut, Juga ada terdapat di sana bahwa Abdullah bin Umar biasa memberi puteri-puteri dan sahaya-sahayanya perhiasan-perhiasan dari emas, dan tidak mengeluarkan zakat daripadanya.
Berkata Khathabi: "Lahir dari Kitab suci, menjadi bukti alasan bagi orang yang mewajibkan, sementara atsar menguatkannya. Pihak yang menyatakannya tidak wajib berpegang kepada dalil yang bersumber kepada akal pikiran, dan sebagian kecil dari atsar. Dan ihtiyath artinya langkah yang lebih aman, ialah mengeluarkan zakatnya."
Pertikaian ini ialah mengenai perhiasan-perhiasan yang halal. Maka jika wanita manakala memakai perhiasan-perhiasan yang tidak boleh dipakainya - misalnya jika ia mengambil hiasan laki-laki seperti pedang -maka hukumnya haram dan ia wajib mengeluarkan zakatnya. Demikian juga halnya bila memakai bejana-bejana emasa dan perak.
Contoh perhitungan zakat perhiasan:
Sama halnya dengan zakat emas dan perak, zakat perhiasan ini dikeluarkan setiap tahunnya saat haul (mencapai 1 tahun hijriyah) dan selama masih mencapai nishob. Dan besarannya adalah 2,5% atau 1/40.
Kalung emas (murni) saat mencapai haul seberat 85 gram. Harga emas (murni) yang bukan kalung = Rp.500.000,-/gram x 85 gram = Rp.42.500.000,-. Namun harga emas setelah dibentuk menjadi kalung adalah Rp.60.000.000,-. Zakat kalung emas dihitung = 1/40 x Rp.60.000.000,- = Rp.1.500.000,-.[8].
2. Zakat Mas Kawin (Mahar).
Istilah mas kawin sebenarnya adalah penerjemahaan dari mahar. Dan bentuknya mahar itu tidak harus berwujud sebuah benda yang terbuat dari emas (logam mulia). Mas kawin atau mahar bisa saja berbentuk uang tunai atau rekening di bank, bisa juga berbentuk rumah, kendaraan, pakaian atau apapun yang punya nilai. Mahar adalah pemberian dari pihak suami kepada istri atas dihalalkannya hubungan mereka berdua. Rasulullah SAW telah mensyariatkan agar laki-laki ketika menikahi wanita untuk memberinya sejenis harta yang menjadi hak milik si istri sepenuhnya. Dan harta itu disebut mahar.
Namun mungkin saja buat seorang laki-laki memberi mahar kepada istrinya dalam bentuk emas (logam mulia). Bila mahar itu telah diserahkan, maka pemiliknya adalah si istri. Lalu terserah dia mau diapakan logam mulia itu. Disimpan boleh atau dijual pun tidak masalah, karena kini sudah menjadi hak istri sepenuhnya. Namun biasanya emas itu disimpan karena sebagai kenang-kenangan. Khusus dalam bab kepemilikan emas, memang ada hukum zakat tersendiri yang terlepas apakah emas itu merupakan mahar seseorang atau emas yang dimiliki secara biasa.
Abu Hanifah berpendapat bahwa maskawin bagi wanita itu tidak wajib dizakatkan, kecuali jika telah diterimanya, karena itu adalah merupakan ganti dari sesuatu yang tidak berupa harta, hingga tak wajib zakat sebelum diterima, seperti halnya piutang tebusan dari budak yang hendak membebaskan diri. Setelah diterima, disayaratkan pula banyaknya cukup senisab dan berlangsung selam satu tahun. Kecuali jika selain mahar itu ada harta lain yang senisab. Maka jika diterimanya mahar yang jumlahnya sedikit, hendaklah digabungkan kepada harta tadi, dan dizakatkan menurut perhitungan tahunnya.
Menurut Syafi'i, wanita itu wajib mengeluarkan zakat maskawin jika telah cukup maharnya satu tahun. Dan ia mesti mengeluarkannya dari keseluruhannya pada akhir tahun, walaupun ia belum lagi dicampuri suaminya. Dan tak ada pengaruh atau bedanya, apakah maskawin itu mungkin gugur seluruhnya disebabkan fasakh, murtad atau lainnya, atau separuhnya karena cerai.
Bagi golongan Hambali maskawin itu menurut pengakuan, merupakan piutang kepada perempuan, maka hukumnya menurut mereka adalah seperti piutang-piutang lainnya. Jika terhadap orang yang mampu, wajib dikeluarkan zakatnya, dan bila telah diterimanya, hendaklah dikeluarkannya buat masa yang lalu. Jika terhadap orang miskin dan yang tidak mengakui, maka pendapat yang lebih kuat menurut Khiraqi ialah wajib dizakatkan, dan tdak ada bedanya apakah sebelum atau sesudah campur. Jika separuhnya jadi gugur disebabkan cerainya perempuan itu sebelum campur, dan wajib diterimanya separuh lagi, maka ia menzakatkan yang diterimanya dan tidak wajib bagi yang tidak diterimanya. Begitu pula kalau seluruh mskawin itu gugur sebelum diterimanya, disebabkan fasakhnya nikah karena kesalahan dari pihak dirinya.
Semoga bermanfaat.
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ
“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
Sumber:
Fikih Sunnah 3, hal.37-39, Sayyid Saabiq, Penerbit: PT.Al-Ma'arif- Bandung.
https://muslim.or.id/9435-panduan-zakat-5-adakah-zakat-pada-perhiasan.html
***
[1] Dikeluarkan oleh Ibnul Jauzi dalam At Tahqiq. Al Baihaqi dan ulama lainnya menghukumi batilnya hadits ini. Lihat perkataan Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ no. 817.
[2] Dikeluarkan oleh ‘Abdur Rozaq (4: 82), Ibnu Abi Syaibah (3: 154), dan Ad Daruquthni (2: 109). Dengan sanad shahih. Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2: 24.
[3] Sebenarnya ada pendapat lain yang menyatakan bahwa zakat perhiasan dikeluarkan hanya sekali untuk selamanya. Pendapat lainnya juga menyatakan bahwa zakat perhiasan itu ada jika meminjamkannya pada orang lain. Dua pendapat ini tidak didukung oleh dalil yang kuat. Lihat Jaami’ Ahkamin Nisa’, 2: 144.
[4] HR. Muslim no. 987
[5] HR. Abu Daud no. 1563 dan An Nasa’i no. 2479. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
[6] HR. Ahmad 6: 461. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan.
[7] HR. Abu Daud no. 1565. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[8] Lihat penjelasan Syarhul Mumti’, 6: 137.
Posting Komentar untuk "Cara Menghitung Zakat Perhiasan, Mas Kawin Dan Besarannya"