Harta Dalam Rumah Tangga
Perlu kita renungi makna yang terkandung dalam surat An Nisa ayat 5.
"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik"
Barangkali jarang kita mendengar ayat ini di bahas.
Kita garis merah, kata-kata yg menjadi kata kunci pembahasan berikut ini.
Dalam ayat ini tersimpan beberapa rahasia tentang peran harta dalam berumah tangga. Salah satunya adalah untuk membantah kalangan Sufi yg mana sebagian dari mereka hanya menganjurkan untuk ibadah saja, tidak perlu mencari harta.
Ayat ini memunculkan beberapa topik pembahasan.
Wa laa tu'tu as sufahaa amwaalakum (jangan kalian berikan harta kalian kepada orang yg lemah akalnya).
Point Pertama.
Jangan kamu berikan kepada as sufaha hartamu.
Ayat ini menyasar suami. Dan menggunakan laa nahi / kata larangan, yaitu "jangan". Laa tu'tuu, jangan berikan.
Ada sebagian pendidik yg melarang menggunakan kata larangan dalam keluarga atau dalam mendidik anak. Ayat ini membantahnya. Ingat nasehat Lukman kepada anaknya, "yaa bunayya laa tusyrik billah". Lukman melarang anaknya dari mempersekutukan Allah. Larangan dalam hal-hal yg membahayakan malah dianjurkan.
Point Kedua.
Jangan berikan hartamu kepada (istri atau anak) yg sufaha (yg masih lemah akalnya alias bodoh) khususnya harta yg Allah telah jadikan qiyaaman (tegak).
Disini Allah memperkenalkan konsep management keuangan rumah tangga. Ada konsep harta sebagai qiyaaman. Maksudnya hendaklah keluarga muslim punya harta pokok (aset) dan yang dimanfaatkan untuk kebutuhan harian adalah kelebihannya (atau hasil dari perputaran aset tsb). Harta pokok (harta qiyaaman) ini tetap ada. Sebagai contoh, harta pokok tanah dan bangunan disewakan, maka hasil sewa itu yg dipakai untuk membiayai kebutuhan keluarga sehari hari.
Darimana kesimpulan ini di dapat? Perhatikan ayat diatas, Allah melarang memberikan harta rumah tangga yg mana harta itu jadi penopang berjalannya rumah tangga. Artinya harta dalam rumah tangga tsb ada harta pokok yg jadi penopang (qiyaaman/tegak), yg secara tersirat diayat ini dianjurkan jangan dikurangi (karena diberikan kpd pihak yg lemah akalnya shg harta penopang itu habis secara sia-sia).
Seorang suami hendaklah punya saldo tabungan ataupun asset yg walau diambil terus, saldo ini tiap akhir bulan, atau akhir tahun terus bertambah (minimal tidak berkurang). Saldo itulah mungkin yg dimaksud dg harta qiyaaman dalam ayat ini.
Data dari pengadilan agama baru-baru ini menyatakan 70% perceraian itu disebabkan kurangnya harta untuk menopang (qiyaaman) rumah tangga.
Point Ketiga.
Diayat ini disebut as sufaha. Asal katanya سفيه safiih artinya orang yg kecil, lemah, belum matang akal, dan bodoh.
Dalam Al Quran kata "as sufaha" ini terkait dg akhirat dan dunia. Contoh dalam surat Al Baqarah ayat 13. "Wa idzaa qiilalahum aaminuu kamaa aamanannasu qaaluu anu'minu kamaa aamanas sufaha". Ketika dikatakan kepada mereka berimanlah kpd Allah, mereka berkata: Apakah kami akan beriman spt orang orang bodoh (as sufaha) itu?
As sufaha juga juga ada dalam surat Al Jin ayat 4, dengan kata safiihuna. "Wa innahu qoola safiihuna alallaahi syathatha". Dan orang yg pendek akalnya diantara kami (safiih huna) selalu berkata thd Allah dg melampaui batas.
Dalam surat An Nisa ayat 5 ini kata safiih dipakai terkait dunia, yaitu urusan harta.
Point Keempat.
warzuquuhum fiiha, waksuuhum
Berilah mereka (anak istri) rezki dari harta yg bukan qiyaaman itu (artinya harta lebihan), dan beri pakaian mereka (waksuu, dari akar ka-sa-wa/memakaikan pakaian).
Maknanya disini suami wajib memberi nafkah lahir berupa uang, pakaian, perumahan, dst yg bersifat lahiriah.
Point Kelima
wa quuluu lahum qaulan ma'ruufa
dan berkatalah kpd mereka dengan perkataan yg ma'ruf/yg baik-baik.
Maknanya disini berikanlah mereka nafkah bathin, berupa perkataan yg baik, diskusi yg menggembirakan, kasih sayang, cinta, semangat, dst.
Ayat ini menarik, dimana ayat ini menempatkan harta dan pemenuhan kewajiban lahir, baru kewajiban bathin. Rumah tangga dibangun diatas harta qiyaaman, dan diatasnya dipenuhilah kewajiban bathin untuk anak dan istri.
Ulama fiqih pun mengatakan bahwa seorang pria yg tidak punya harta atau penghasilan dan tidak memiliki syahwat thd wanita maka haram baginya menikah, karena dia tidak akan bisa memberikan nafkah lahir dan bathin kepada istrinya, yg ini akan menzholimi si istri nantinya.
Akan tetapi disisi lain, seorang lelaki yg sudah punya harta, atau penghasilan, dan punya syahwat thd wanita, maka wajib baginya menikah.
Sebagai catatan akhir tentu tidak ada masalah bagi keluarga dimana istri yg mencari (atau ikut mencari) nafkah, asal ada keredhoan ('an taraadhin) diantara suami istri tsb. Karena tampaknya fokus pembahasan surat An Nisa ayat 5 ini pada pengelolaan harta rumah tangga demi mencapai sakinah atau ketenangan dalam urusan lahiriah maupun bathiniah.
Demikian kurang lebih sekelumit, pendalaman surat An Nisa ayat 5.
Wallahu A'lam.
Posting Komentar untuk "Harta Dalam Rumah Tangga"